Memahami
kaitan antar unsur budaya jawa dan pengaplikasian dalam konseling lintas budaya
Citra Madian Ramadhani (15130048)
Bimbingan dan konseling
Ringkasan
materi
Suku
Jawa (Jawa ngoko: wong
Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia
yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Yogyakarta.
Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga
propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung,
Banten,
Jakarta,
dan Sumatera Utara.
Di Jawa
Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu
dan Cirebon.
Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing
dan Tengger.
Kata Kunci : Memahami
kaitan antar unsur budaya jawa dan pengaplikasian dalam konseling lintas budaya
Pendahuluan
Budaya merupakan simbol peradaban.
Apabila sebuah budaya luntur dan tidak lagi dipedulikan oleh sebuah bangsa,
maka peradaban bangsa tersebut tinggal menunggu waktu untuk punah.
Disini, saya mencoba untuk peduli
dengan budaya dari mana kami berasal yaitu jawa. Dengan keterbatasan ilmu dan
pengetahuan, kami mencoba merangkum berbagai tulisan yang berkaitan dengan
budaya Jawa dari berbagai sumber.
Metode
Pada artikel ini saya mencari dan mengumpulkan informasi dari
web
Pembahasan
A. PENGERTIAN
Suku Jawa (Jawa
ngoko: wong Jowo, krama: tiyang Jawi) merupakan
suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah,
Jawa Timur,
dan Yogyakarta.
Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga
propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung,
Banten,
Jakarta,
dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat
mereka banyak ditemukan di Kabupaten
Indramayu dan Cirebon.
Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger.
B. BAHASA
Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa
dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa
1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar
18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya
menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa
kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang
dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh
sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat
sadar akan status sosialnya di masyarakat.
C. KEPERCAYAAN
Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam
hingga sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya. Di antara
tradisi dan budaya ini terkadang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.
Tradisi dan budaya Jawa ini sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa,
terutama yang abangan. Di antara tradisi dan budaya ini adalah keyakinan akan
adanya roh-roh leluhur yang memiliki kekuatan ghaib, keyakinan adanya dewa dewi
yang berkedudukan seperti tuhan, tradisi ziarah ke makam orang-orang tertentu,
melakukan upacara-upacara ritual yang bertujuan untuk persembahan kepada tuhan
atau meminta berkah serta terkabulnya permintaan tertentu. Setelah dikaji inti
dari tradisi dan budaya tersebut, terutama dilihat dari tujuan dan tatacara
melakukan ritus-nya, jelaslah bahwa semua itu tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Tuhan yang mereka tuju dalam keyakinan mereka jelas bukan Allah, tetapi dalam
bentuk dewa dewi seperti Dewi Sri, Ratu Pantai Selatan, roh-roh leluhur, atau
yang lainnya. Begitu juga bentuk-bentuk ritual yang mereka lakukan jelas
bertentangan dengan ajaran ibadah dalam Islam yang sudah ditetapkan dengan
tegas dalam al-Quran dan hadis Nabi Saw. Karena itulah, tradisi dan budaya Jawa
seperti itu sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Islam dan perlu diluruskan
atau sekalian ditinggalkan.
Selain itu,
masyarkat jawa juga mempunyai tradisi upacara adat dalam setiap kegiatan –
kegian besar, seperti :
-
Kematian ( Mendhak )
Upacara nyewu
dina (memohon pengampunan kepada Tuhan
-
Upacara Brobosan (penghormatan dari sanak
keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia
-
Upacara-upacara sebelum pernikahan (Siraman,
Upacara Ngerik, Upacara Midodareni, Upacara diluar kamar pelaminan, Srah-srahan
atau Peningsetan, Nyantri, Upacara Panggih atau Temu, Balangan suruh
Penganten, dll )
-
Upacara untuk kelahiran bayi, seperti :
-
Wahyu Tumurun
Maknanya agar
bayi yang akan lahir menjadi orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan selalu mendapat.
-
Sido Asih
Maknanya agar
bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh
sesama serta mempunyai sifat belas kasih
-
Sidomukti.
Maknanya agar
bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan
disegani karena kewibawaannya.
-
Truntum.
Maknanya agar
keluhuran budi orangtuanya menurun (tumaruntum) pada sang bayi.
-
Sidoluhur.
Maknanya agar
anak menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur.
-
Parangkusumo.
Maknanya agar
anak memiliki kecerdasan bagai tajamnya parang dan memiliki ketangkasan bagai
parang yang sedang dimainkan pesilat tangguh.
-
Semen romo.
Maknanya agar
anak memiliki rasa cinta kasih kepada sesama layaknya cinta kasih Rama dan
Sinta pada rakyatnya.
-
Udan riris.
Maknanya agar
anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan
siapa saja yang bergaul dengannya.
-
Cakar ayam.
Maknanya agar
anak pandai mencari rezeki bagai ayam yang mencari makan dengan cakarnya karena
rasa tanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya, sehingga kebutuhan hidupnya
tercukupi, syukur bisa kaya dan berlebihan.
-
Grompol.
Maknanya semoga
keluarga tetap bersatu, tidak bercerai-berai akibat ketidakharmonisan keuarga
(nggrompol : berkumpul).
-
Lasem.
Bermotif garis
vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan YME.
-
Dringin.
-
Bermotif garis horisontal, bermakna semoga
anak dapat bergaul, bermasyarakat, dan berguna antar sesama.
D. PROFESI
Mayoritas orang Jawa berprofesi sebagai
petani, namun di perkotaan mereka mendominasi pegawai negeri sipil, BUMN,
anggota DPR/DPRD, pejabat eksekutif, pejabat legislatif, pejabat kementerian
dan militer. Orang Jawa adalah etnis paling banyak di dunia artis dan model.
Orang Jawa juga banyak yang bekerja di luar negeri, sebagai buruh kasar dan
pembantu rumah tangga. Orang Jawa mendominasi tenaga kerja Indonesia di luar
negeri terutama di negara Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Arab Saudi,
Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Taiwan, AS dan Eropa.
E. STRATIFIKASI SOSIAL
Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian
golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi
Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa
menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan
dan priyayi.
Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam
secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum
bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia
mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga
sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia
lainnya dan suku bangsa non-pribumi
seperti orang keturunan Arab,
Tionghoa,
dan India.
F. SENI
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang
terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita
Ramayana
dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat
ada pula. Seni batik
dan keris
merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan,
yang juga dijumpai di Bali
memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa.
Contoh kesenian yang berkembang di mastarakat
jawa adalah :
-
Topeng (topeng
madura, topeng malang, topeng dongkrek, )
-
Angklung
-
Bali-balian
-
Wayang ( kuli,
klitik, purwo, godog, golek, dll )
-
Trian (tari
topeng kuncaran, tari merak, tari serimpi, tari blambangan cakil, tari remong,
reog ponorogo dan jaipong )
G. STEREOTIPE ORANG JAWA
Orang Jawa memiliki stereotipe
sebagai sukubangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai
sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini konon
berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga harmoni
atau keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk
diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat.
Kesimpulan
Suku jawa yang berada di daerah pulau Jawa
merupakan suku yang memiliki berbagai kebudayaan, mulai dari adat istiadat
sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain.
Semua itu
membuktikan bahwa suku jawa merupakan suku yang kaya akan budaya daerah. Dan
dari kekayaan budaya yang di miliki suku jawa itulah yang menbuatnya berberda
dengan kebudayaan – kebudayaan lain yang ada di Indonesia.
Saran
Semoga artikel ini bermanfaat bagi yang membaca
Daftar pustaka
http://www.rifalnurkholiq.com/2015/10/makalah-kebudayaan-masyarakat-jawa.html
0 Response to "artikel suku jawa"
Post a Comment